Sekedar berbagi cerita dan pengalaman, perjalanan menuju
pulau Seram dengan tujuan Pantai Ora. Banyak yang pernah ke sana menyebut ‘Ora
adalah Maldives-nya Indonesia’, tapi karena saya belum pernah ke Maldives jadi
tidak bisa menyebutkan benar juga hehe.. Tapi Ora memang sangat cantik dengan
gunung, bukit dan lautnya..
Kami (saya, suami dan 2 teman) memutuskan menempuh
perjalanan dengan menggunakan Mobil, tujuannya disamping lebih murah , kami
ingin bisa lebih menikmati perjalanan. Kami berempat berangkat dari Sorong,
Papua. Kebetulan saat itu kami berdomisili di sana. Dan kebetulan juga, Garuda
baru membuka rute penerbangan Sorong – Ambon, dan harganya murah. Waktu saya
mendapatkan total 1,2jt PP Sorong-Ambon. Yes! Here we come, Oraaa :D
Kami memilih libur lebaran 17-22 Juli 2015 untuk wisata
Pantai Ora. 17 sore saya dan suami berangkat dari Sorong, terpisah dengan 2
teman yang berangkat besoknya. 1 jam berikutnya kami sudah tiba di Ambon, kami dijemput teman
kantor suami saya sekalian meminjam mobil kantor untuk transportasi menuju
pantai Ora. Kami menginap dulu di hotel selama 2 malam untuk menikmati kota
Ambon. Malam itu karena cukup lelah, kami akhirnya tidak kemana2, hanya
menikmati kota Ambon dari jendela hotel. Kota Ambon sangat cantik pada malam
hari. Konturnya yang berbukit-bukit semakin terlihat cantik karena lampu yang
berasal dari rumah-rumah penduduk.
Esoknya
kami mampir melihat Katedral Ambon dengan arsitektur patung ke 12 Rasul yang
unik. Setelah itu kami berniat mampir di
Gong Perdamaian, tapi karena pintu masuknya dikunci, kami lalu berjalan-jalan
di lapangan dekat kantor Walikota, tentu saja tidak lupa juga untuk berfoto.
|
Lapangan dekat Kantor Walikota Ambon |
|
Gereja Katedral Ambon |
Setelah puas, kami bersiap untuk menjemput 2 teman lagi yang
akan tiba di bandara Pattimura. Perjalanan dari Pusat Kota menuju Bandara cukup
jauh, karena kita harus memutari teluk. Sebenarnya ada juga feri yang bisa
digunakan untuk menyebrang, namun karena harus mengantri, kami memilih untuk
menikmati perjalanan saja, kapan lagi ke Ambon ^.^ .. Kurang lebih 1 stngah jam
kita sampai di Bandara, tanpa macet dan jalan yang berkelok serta turun naik.
Kami berempat sangat excited
sekali dengan perjalanan ini. Rencana yang tadinya hanya berdua antara ragu dan
khawatir jadi lebih bersemangat dan mantap dengan berjalan berempat. Kami
singgah sebentar di rumah teman lalu mengobrol hangat dan santai dengan
ditemani hidangan khas Lebaran: Opor ayam dan semur! Nikmat sekali rasanya!
Saya kira, saya tidak bisa menikmati hidangan Lebaran pada tahun ini, namun
ternyata masih berjodoh, senangnya! ^^
Setelahnya kami mampir ke pusat perbelanjaan untuk membeli
bekal dan kebutuhan selama perjalanan 2 hari ke depan. Karena besok harus berangkat jam 9 pagi, kami
segera kembali ke hotel dan beristirahat.
Kapal
dari Ambon menuju P. Seram tersedia setiap hari. Untuk Senin – Sabtu kapal berangkat
2x, jam 9pg dan 4sore. Kami berangkat dengan kapal jam 11 dan hanya 1x
keberangkatan karena itu hari Minggu. Dalam perjalanan ke pelabuhan Hunimua,
kami membeli nasi padang untuk bisa dinikmati di kapal. Kami sempat melewati
tugu Kampung sepak bola desa Tulehu yang terkenal melalui sebuah film, namun
kami lewatkan untuk berhenti dan berfoto karena takut tertinggal kapal.
|
Kapal Penyebrangan |
Kami
tiba pukul 10 di pelabuhan Hunimua, setelah memarkirkan mobil di dalam kapal,
kami keluar dan kemudian berfoto ria sambil menunggu keberangkatan. Kebetulan
pemandangan pantai di sekitar pelabuhan lumayan cantik dan sayang untuk
dilewatkan.
|
Pantai di sekitar Pelabuhan |
Selama perjalanan 2 teman saya tidur di mobil, saya dan suami
memilih duduk di dekat penjual mie instant dan mengobrol dengan salah satu
penumpang asal P.Seram. Tak terasa, hanya kurang lebih 1 jam kapal memelankan
laju dan mulai merapat di Pelabuhan Waipirit. Wah, akhirnya sampai! Ini adalah
pertama kalinya saya berkunjung ke Maluku, benar-benar menyenangkan karena
ternyata orang-orangnya ramah. Di antara kami, satu2nya yang sudah pernah
melakukan perjalanan dengan mobil ke Pantai Ora hanya suami saya, jadi kami
mengandalkan dia menjadi penunjuk jalan hehe.. Mobil kami mengantri untuk
keluar dari kapal, banyak juga di antaranya yang ternyata berwisata ke sekitar
P. Seram.
Sebelum
melanjutkan perjalanan lebih jauh, kami mampir untuk mengisi bensin terlebih
dahulu, jangan sampai kehabisan bensin di tengah jalan kan. Tujuan kami
berikutnya adalah kota Masohi, rencananya kami akan bermalam dulu di sana
menikmati sejenak kota Masohi.
Kami sangat menikmati kurang lebih 3 setengah
jam perjalanan menuju Masohi. Pemandangan laut, hutan, rumah penduduk, jembatan
dan sungai membuat sepanjang perjalanan terasa mengasikkan. Sambil ditemani
lagu-lagu yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk turut sera menemani :D
|
Pemandangan sepanjang jalan ke Masohi |
Selamat
datang di Kota Masohi! Tugu itu menyapa kami sebelum memasuki kawasan kota. Kami
mulai berkeliling sejenak, kota Masohi terlihat lebih seperti perumahan dengan
jalan besar. Tidak banyak yang bisa di lihat di dalam kotanya. Kami berhenti di
sebuah taman dan berfoto di batu buatan
bertuliskan MASOHI. Setelahnya kami ke hotel Irene untuk bermalam. Karena waktu
masih menunjukan pukul stngah 5 sore, kami akhirnya memutuskan berkunjung ke
Pantai Tanjung Kuako.
|
Taman dengan tulisan Masohi |
|
Hotel Irene di Masohi |
|
Plang petunjuk ke Pantai Tanjung Kuako |
Di sana
ternyata cukup ramai dan ombaknya juga cukup besar, mungkin karena waktu sudah
beranjak sore, cuaca pun agak mendung dan tidak lama hujan turun. Saya melihat
menjual rujak dan membelinya, ternyata enak! Walaupun belum merasakan rujak
natsepa yang terkenal di Ambon, saya rasa ini sudah cukup mewakili hehe..
Setelah selesai makan rujak, hujan pun berhenti. Saya dan yang lain
berjalan-jalan disekitar pantai dan ternyata, walaupun berpasir hitam, pantai
ini dipenuhi batu2! Batu-batu kecil bertebaran, sehingga kita seperti berjalan
di atas batu bukannya pasir. Cantik sekali. Salah satu kegiatan favorit saya di
pantai adalah mengumpulkan kerang atau karang mati yang terdampar di pinggir
pantai. Karena kali ini hanya ada batu, maka saya pun mengambil beberapa untuk
kenang2an ^^. Karena waktu semakin larut, kami pun memutuskan untuk kembali ke
hotel.
|
Suasana Pantai |
|
Ibu penjual rujak |
|
Beragam batu tersebar di Pantai |
Saya
dan suami hobby mendaki gunung, jadi salah satu perlengkapan yang wajib di bawa
adalah kompor dan nesting. Tentunya bukan kompor gas yang besar, tapi kompor
gunung yang kecil. Jadi dalam keadaan darurat pun, tetap bisa masak :D haha..
Anyway, karena sudah ada kompor dan nesting, malamnya di dalam kamar kami
memasak spaghetty yang kami beli di supermaket di Ambon. Sssttt.. sebenarnya
tidak boleh memasak, tapi karena lapar dan sudah malas keluar yaa jadilah kami masak
hehe..
|
Kegiatan masak :D |
Kami
berangkat jam 6 pagi menuju Desa Saleman. Tak kalah cantiknya, perjalanan kurang
lebih 2 stngah jam kami tempuh dengan mengagumi keindahan alam di samping
kiri-kanan kami. Sinar matahari pagi, tebing pepohonan, hijaunya hutan dan
jalan yang berkelok ditambah birunya langit sungguh indah dipandang.
Benar-benar bersyukur bisa berada di
sini dan menikmatinya. Sesekali kami berhenti untuk berfoto dan menikmati
alamNya.
Sesaat
sebelum sampai di desa Saleman, dari ketinggian, Pantai Ora sudah terlihat
membentang dengan anggun dan cantiknya, wuih, kami memandang dengan takjub!
|
Pantai Ora ada di balik bukit |
Kami
sampai di Desa Saleman dan langsung disambut warga sekitar yang meminta kami
untuk memarkir mobil karena untuk ke Ora, kita harus menyebrang lagi dengan speed boat kurang lebih 10menit. Setelah
mengontak Pak Alvin (pihak Ora Beach Resort) dan mengabarkan kami sudah sampai,
tak lama Nyong (sebutan pemuda Ambon) memperkenalkan diri dan siap untuk
membawa kami menyebrang ke kawasan Ora Beach Resort di mana kami akan menginap.
Karena hanya 1 malam, kami hanya membawa keperluan untuk 1 hari untuk
snorkeling dan lain2, sisanya kami tinggal di mobil. Jangan khawatir karena
mobil aman dijaga oleh warga setempat, pariwisata ini adalah salah satu sumber
mata pencaharian mereka juga.
|
Dermaga Negeri Saleman |
|
Perahu untuk menyebrang ke Ora |
Masih dibuat terkagum-kagum dengan keindahan alamnya, kami
memandangi setiap sudut dan mulai memotret, cantiknya! Bangga rasanya Indonesia
punya alam seindah dan secantik ini. Rasanya sudah pengen nyemplung saja saat
menyentuh air laut.
|
Pemandangan di sekitar Pantai Ora |
Perlahan
kamar2 penginapan di atas laut tampak semakin jelas, cantik sekali. Pantainya
tenang sekali, sehingga air lautnya seperti kaca memantulkan langit. Segarnya
menyentuh air laut ditengah panasnya matahari :) . Saking jernihnya, karang pun bisa terlihat jelas dari atas. Karena kami baru bisa check-in jam 13.00, kami mengikuti tur
tebing batu dulu dengan menggunakan speed boat. Dengan semangat, kami berganti
baju dan membawa alat snorkling. Tak lupa kami memakai sunblock karena matahari sedang terik-teriknya.
|
Ora Beach Resort (Kamar Laut) |
|
Karang-karang cantik |
|
Goa Tebing Batu |
|
Goa Tebing Batu |
Kami
kembali menaiki kapal yang sama, dengan lincahnya Nyong yang ramah mulai
membawa kami memulai tur hari itu. Tak lama kemudian kami sampai di tempat
tujuan setelah melewati tebing-tebing cantik dan gagah yang menjulang tinggi
dan hijau. Setelah kapal ditambatkan, kami turun dan berjalan ke tebing batu
itu. Tebing batu alami yang terbentuk menjulang tinggi merapat di bagian atas
dan membentuk goa, cantik sekali. Air yang
laut sedang surut saat itu memudahkan kami untuk berjalan dan masuk ke
dalam tebing batu. Kami bermain dan mengamati sekeliling Goa. Saatnya
berfotooo! :D
Karena
kami berempat, kami puas bergantian saling memfoto satu sama lain,
menyenangkan! Tidak susah mencari spot cantik untuk berfoto, sejauh mata memandang
hanya ada alam yang menakjubkan!
Setelah
makan siang, kami melanjutkan tur ke mata air belanda. Hamparan pantai dan
pasir putih menyambut kami dengan tenang. Perahu mulai menepi dan kami mulai
turun untuk bermain-main lagi dengan air. Kami menyusuri aliran air dingin yang
mengalir dari arah dalam pulau tersebut. Sebentar kami berteriak kesakitan, rupanya
banyak keong2 yang bersembunyi di bawah pasir dan tidak sengaja, kaki kami
menginjak ‘rumah’nya, keras dan tajam. Kami berjalan pelan-pelan. Di sepanjang
aliran ini, kanan kirinya hanya terlihat pepohonan, seperti hutan yang tumbuh
subur. Di ujung aliran, kami tidak menemukan apa-apa lagi kecuali hutan yang
lebat. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan dan berhenti di sana untuk
berfoto.
|
Mata Air Belanda |
|
Keong-Keong di sepanjang aliran |
|
Kepiting Kecil |
Waktu
sudah semakin sore dan kami lalu kembali ke penginapan. Kamar laut tempat kami
bermalam terlihat sangat cantik di atas laut. Karena air laut yang bening dan
dangkal, kami dapat melihat ke dalam laut yang dipenuhi karang-karang cantik
dan ikan berwarna-warni. Ini salah satu alasannya juga kenapa kami lebih
memilih kamar laut daripada kamar darat. Untuk bisa menginap di kamar-kamar
laut ini, kita sudah harus memesan 1 bulan sebelumnya, atau bisa-bisa tidak
kebagian. Sambil menunggu mandi bergiliran, iseng saya menabur remah-remah sisa
roti, ikan langsung datang mengerubungi remah dan seperti menari-nari dalam
air, ke mana remah roti dilempar, ke situlah ikan datang. Ahh! Senangnya
dimanjakan dengan pemandangan ini.
|
Pemandangan dari Kamar Laut |
Hampir
semua bangunan peninapan, termasuk pendopo tempat makan ini terbuat dari kayu.
Pendopo ini terlihat cantik berdiri di atas laut. Banyak dari kami membuang
sedikit sisa makanan ke laut, dan dengan segera habis dikerubungi ikan-ikan yang
lalu lalang di sekitar pendopo. Ini menjadi kegiatan rutin sehabis makan :D
|
Kamar Laut (Ora Beach Resort) |
|
Jernihnya air di sekitar Pendopo Makan |
Kami berniat melihat matahari terbenam dari pendopo tempat
kita makan. Salah satu kegiatan yang
suka saya lakukan dengan suami adalah melihat matahari terbenam dan merekamnya,
indah rasanya menyaksikan cahaya yang perlahan meredup dan warna langit yang
muncul beraneka rupa. Setelah mengambil spot, kami masing-masing mengeluarkan
kamera lalu mulai merekam dan berfoto. Cantik sekali matahari terbenam ditemani
laut dan bukit nan megah.
Ada beberapa kelompok selain kami yang saat itu menginap di
Ora, warga sekitar juga banyak datang ke Ora sekedar bermain dan berenang.
Namun setelah sore, mereka kembali pulang dengan kapal nelayan yang digunakan
untuk menyebrang. Kami kemudian memulai obrolan dengan berkenalan satu sama
lain. Sebelumnya kami sempat mengobrol dengan salah satu pemandu tur yang bercerita
tentang tempat-tempat menarik yang bisa kita datangi di Ora. Ternyata dia
adalah instruktur diving juga dan sudah lama tinggal di Ora. Sambil menunjukan
foto-foto yang membuat kami berdecak kagum, dia mulai bercerita tentang
matahari terbit dari puncak, lokasi gua untuk diving dan ribuan bintang di
malam hari. Dia menyarankan kami untuk ikut tur bersama salah satu rombongan
untuk melihat matahari terbit di puncak bukit. Well, walaupun ini tidak ada
dalam rencana kami, kenapa tidak? Tugas kami sekarang hanya menanyakan ke
kelompok tur itu apakah bersedia sharing
cost untuk kapalnya, karena harus menyebrang kembali ke Desa Saleman untuk
menuju puncak bukit. Dan bukan kebetulan kelompok yang kami ajak berkenalan itu
adalah kelompok yang akan pergi tur ke puncak bukit besok.
Jadilah kami ber-8 bersama si pemandu tur berangkat jam 5
pagi dari dermaga Ora. Sebenarnya agak ngeri juga ditengah-tengah laut dalam
kondisi gelap gulita, tapi demi sesuatu yang seru, kapan lagi kan :D .. Dan
benar saja, kami melihat pemandangan lain di gelap gulitanya langit, cahaya
berkelip bermunculan dari bawah laut, woww! Berkelip biru seperti lampu natal
di bawah laut, cantiknya! Saya jadi teringat film Life of Pi, yaapp!, cahaya
itu berasal dari plankton yang menyala, seperti yang kita lihat di film
ini. Saya mengambil kamera dan mencoba
menjepretkannya, tapi sayang, begitu terkena lampu blitz, cahaya tersebut
hilang. Saya sampai berdebar-debar menyaksikan kapal kami melaju diiringi cahaya
biru kelap kelip itu.
Kami
turun dari kapal dan berjalan ke arah mobil kami yang di parkir di bagian
depan. Sekitar 5 menit menanjak dengan mobil,
kami menepi. Tibalah saatnya untuk mendaki. Kangen juga sudah lama tidak
mendaki. Kondisi hutan yang kami daki ini mengingatkan saya akan Pangrango,
jalur menuju puncaknya. Kami naik perlahan beriringan menggunakan senter.
Kurang lebih setengah jam, puncak bukitnya
sudah terlihat. Wuahh! Kita bisa melihat Desa Saleman dan samudra luas
dari ini. Kondisi pagi itu terlihat agak mendung, jadi matahari terbit tidak
terlihat jelas. Walaupun begitu, kami semua saling bercanda dan tetap tersenyum
sambil jepret sana jepret sini hehe.. Smileee!
|
Jalur Pendakian |
|
Desa Saleman dari Atas |
Kami kemudian turun dan kembali ke penginapan untuk sarapan.
Tidak sabar rasanya untuk segera snorkling sebelum kami meninggalkan Ora.
Setelah
sarapan, saya bergegas ke kamar untuk mengambil alat snorkling, dan segera
turun ke laut, air laut di sekitar kamar saat itu dangkal sedang surut. Seru
sekali melihat ikan berwarna-warni lalu lalang seperti mencari kehangatan
matahari pagi. Saya pun harus berhati-hati supaya tidak kena karang saat
berenang.
|
Bintang Laut |
Setelah
puas, kami semua bergantian mandi dan packing. Sebagai kenang-kenangan, saya
meminta teman saya untuk mengambil beberapa foto di dalam kamar laut, let’s
pose!
Sambil menunggu suami saya membereskan semua administrasi,
saya dan 2 teman lain berfoto-foto di pinggir pantai. Di sana ada ayunan kayu
yang menggantung dan sayang rasanya kalau tidak berfoto
juga di sana. Serunya bermain ayunan. Tak lama, setelah semua siap, kami
berjalan ke arah dermaga dan lagi, kami mulai mengeluarkan kamera dan berfoto
dengan latar belakang kamar laut dan bukit di pantai Ora yang cantik.
Kami semua mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan
kepada teman-teman yang kami temui di sana. Kami kemudian masuk ke kapal
bersama barang-barang yang sebelumnya
sudah diangkut terlebih dahulu oleh Nyong. Nyong perlahan mulai mendayung,
mesin menyala, dan perahu mulai melaju. Di
moment
perpisahan dengan suatu tempat, saya biasanya terdiam sambil meresapi apa yang
baru saja saya alami sambil tersenyum memandang sekeliling. Saya lakukan juga
itu di sini. Di dalam hati saya bersyukur sampai detik ini saya bisa merasakan
ini semua. Sebagai tanda perpisahan,
saya mencelupkan tangan saya ke dalam air laut di samping perahu yang melaju sambil
berdoa dalam hati: ‘Sampai jumpa! Terima kasih dan semoga bisa bertemu lagii :) '
Setelah
sampai ke seberang dan mengucapkan terima kasih sama Nyong dan penduduk
setempat, mobil kami mulai melaju kembali ke pelabuhan Waipirit. Kali ini kami
hanya berhenti untuk makan siang sekitar jam stngah 3 sore karna kami harus
mengejar kapal supaya tidak mengantri saat masuk. Kurang lebih jam 6 sore, kami
tiba di pelabuhan, agak ngaret memang dari jadwal yang sudah kami tentukan, dan
benar saja, antrian sudah sangat panjang dan kami baru bisa masuk ke kapal pada
pukul 7 malam. Kami semua tertidur
kecuali saya yang asik mendengarkan lagu dan bernyanyi kecil karena tidak
mengantuk.
|
Nasi Kuning Ambon |
Kurang lebih jam setengah 9 kami sudah melanjutkan
perjalanan dengan mobil kembali ke Pusat Kota Ambon. Cukup lelah dan lapar,
kami mampir di pinggir jalan mencicipi
nasi kuning Ambon yang terkenal. Rasanya enak dan porsi nasinya lumayan besar
ternyata. Kami kemudian mencari tempat penginapan dan kemudian berbenah lagi
untuk esok kembali pulang. Sambil packing, kami bergurau: ‘Sepertinya memang
harus kembali lagi ke Ambon nih, banyak yang belum kita lakuin.’ Saya berpikir,
benar juga, kami belum melihat kota Ambon yang cantik dari ketinggian, makan
ikan asap, mengunjungi gong perdamaian, berfoto dengan patung Christina Martha
Tiahahu, wuaaahhh, rasanya kurang jalan-jalan di Kota Ambon Manise ini.
Esoknya sebelum di antar ke Bandara, kami mampir di toko
oleh-oleh dan membeli beberapa titipan. Kue Kenari dan kayu manis bisa jadi
salah satu oleh-oleh yang populer dari Ambon. Sudah tercium wanginya kue kenari
begitu kami memasuki toko, yummy! Kami di antar teman kantor suami saya
sekalian mengambil mobil kembali ke kantor. Kami mulai check-in dan menunggu
kedatangan pesawat Garuda untuk membawa kami kembali ke Sorong. Yang
ditunggu-tunggu akhirnya tiba setelah 1 jam delay. Kami sempat berkenalan
dengan salah satu petugas bandara, Marsel dan mulai mengobrol sambil menunggu.
Pukul stngah 2 siang, kami memasuki pesawat dan terbang.
Setelah 40 menit mengudara, kami mendengar pengumuman dari
awak kabin bahwa kondisi cuaca di Sorong sedang buruk dan kami semua harus
kembali ke kursi dan mengenakan sabuk pengaman. Hanya 1 jam perjalanan dari
Ambon ke Sorong, namun pesawat sepertinya berputar-putar sampai 30 menit
sebelum akhirnya mencoba mendarat dan gagal. Pesawat mulai naik lagi berputar.
OK! Ini bikin saya deg-degan karna guncangan yang terjadi juga sangat terasa.
Percobaan pertama. Percobaan kedua, saya merasa roda pesawat sudah keluar dan
siap mendarat, tapi lagi-lagi pesawat kembali naik dan memutar. Setelah 45
menit menegangkan itu, kami mendengar pengumuman bahwa pesawat akan kembali ke
Bandara Pattimura, Ambon dikarenakan cuaca buruk di Sorong dan pesawat tidak
mau mengambil resiko untuk mendarat. Alamakk! Saya tengok-tengokan dengan suami
saya dan mulai tertawa. Entah tertawa karna shock atau lega karena tidak
memaksakan mendarat. Perlahan saya teringat dan terngiang percakapan kami
terakhir di hostel: ‘ ...sepertinya memang harus kembali lagi ke Ambon....’
Saya cuma bisa berkata pada suami saya: ‘Ternyata pemintaan kita dikabulkan
lebih cepat oleh Tuhan :D hahaha..’
Setelah
mendarat kembali dan turun, kami berjalan kembali masuk ke arah bandara, dan
dari kejauhan, Marsel sudah menunggu kami. Setelah menunggu dan mencari
informasi, pesawat akan kembali diberangkatkan esok di jam yang sama. Wah!
Benar-benar diberi waktu sehari lagi untuk berkeliling kota Ambon :D. Karena
akibat cuaca dan bukan kesalahan maskapai, kami hanya diberi ganti transportasi
untuk mengantar dan menjemput kami kembali besoknya ke bandara. Akhirnya suami
saya kembali menelpon kantor untuk meminjam mobil dan untungnya ada yang
bersedia mengantarkan. Kami janjian bertemu di
pusat kota. Taksi kompensasi kami mulai mengantar kami kembali ke pusat
kota Ambon. Langsung saja di tengah jalan, kami membeli ikan asap untuk
disantap bersama malam nanti. Kami berencana akan menginap di rumah Irfan,
teman yang kami temui di hari kedua kami di Ambon. Marsel juga berjanji akan
makan bersama kami dan membuatkan kami sambal khas Ambon, colo-colo.
|
Penjual Ikan Asap |
|
Patung Christina Martha Tiahahu |
Setelah mendapatkan mobil, kami langsung saja menuju patung
Christina Martha Tiahahu, dari sana bisa terlihat juga kota Ambon yang cantik
pada malam hari. Tidak ada ruginya sekali lagi bertualang di kota cantik ini
hehe.. Sampai di sana, saya memandang patung yang tinggi menjulang ini. Cantik
dan perkasa, itulah kesan pertama saya memandang patung ini. Dalam hati saya
terkagum-kagum dengan sosok pahlawan satu ini. Di usianya yang belia, dia
berjuang bersama ayahnya demi melawan penjajah dan
merebut kembali kemerdekaan. Christina meninggal di usia 18 tahun. Di balik
kesederhanaannya, terpancar tekad yang kuat dan gagah berani. Tak
henti-hentinya saya memandang patung yang berdiri dengan megah. Kawasan patung
ini terletak di dataran yang tinggi. Kami dapat melihat kota Ambon dari atas
sini dihias dengan awan yang perlahan berubah warna, sungguh cantik. Perlahan
lampu berkelip mulai menghiasi kota dan sekali lagi, kami mencoba berfoto ria
untuk kenang-kenangan.
|
Kota Ambon dari Ketinggian |
Tujuan kami terakhir adalah gong perdamaian.
Di sini pula kami janji bertemu dengan Marsel dan Irfan. Rupanya gong ini ramai
pada malam hari dan saya langsung tau sebabnya. Lampu menyala menerangi gong
ini dan berubah warna, sehingga cantik saat di foto. Kami pun bergantian foto
dengan gong ini. Ketika melihat dari dekat, saya baru tahu bahwa di permukaan
gong ini tergambar bendera-bendara dari seluruh negara di dunia. Kami iseng
bermain tebak bendera negara mana di sana haha..
|
Gong Perdamaian |
Tak
lama Irfan muncul di susul Marsel. Setelah saling mengenalkan, kami berencana
kembali ke rumah Irfan dan makan malam bersama di sana. Kami membeli tambahan
nasi kuning dan lauknya untuk dimakan bersama ikan asap. Yumm, sudah terbayang
lezatnyaa. Porsi nasi kuning yang banyak kami makan dengan lahapnya, ditemani
ikan asap dan sambal colo-colo yang nikmat buatan Marsel rasanya tak
terbandingkan! Wuahhh, sungguh beruntung rasanya memiliki orang-orang baik di
kota ini. Kami mengobrol sambil makan dan kekenyangan hahaha.. Mantaappp!!
Malam itu kami tertidur lelap karena kelelahan.
|
Sambal Colo-Colo |
|
Ikan Asap, yummmyy!!
|
Esok hari kami pamit dan mengucapkan terima kasih pada
keluarga Irfan karena kebaikan hati mereka membiarkan kami menginap di sana.
Suami saya janjian dengan teman kantornya dan kemudian mengantar kami ke tempat
kami akan dijemput oleh taksi ke bandara. Kami bertemu dengan Marsel lagi dan
sama-sama berharap kami akan tiba di kembali di Sorong hari ini. Setelah
check-in, tak lama kami mendengar pengumuman boarding dan kami segera naik ke
pesawat. Sore itu kami akhirnya tiba kembali di Sorong dengan selamat.
Benar-benar perjalanan yang tak terduga, banyak hal sudah
direncanakan namun berjalan justru akhirnya dengan caranya sendiri. Seru,
menegangkan dan mengharukan. Banyak hal yang kami dapat dan akan kami ingat
sepanjang usia kami. Dan tentu saja, hati-hati terhadap apa yang kamu ucapkan,
karena kamu tidak tau secepat apa itu akan menjadi kenyataan hehe.. Terima
kasih Tuhan untuk perjalanan ini :)