Thursday, January 21, 2016

Cerita 2015

Rasanya lama ingin menulis dan mencurahkan lagi pada berlembar2 ms word hehe.., tapi karena beberapa hal jadi tertunda :)

Anyway, kita tidak akan pernah membayangkan akan seperti apa setahun berikutnya yang akan saya lewati ke depannya. Tepat 4 tahun saya dan dwy menjadi teman seperjalanan dan tempat saling berbagi, 2014, lagi2 bersama sekelompok teman seperjalanan lainnya berangkat untuk kembali merayakan indahnya salah satu ciptaanNya, Gunung Ciremai. Pada saat itu juga kejadian lamaran mengejutkan sekaligus menyenangkan tak terduga terjadi di atas puncak Ciremai. Yes! Dan pertanyaan selanjutnya adalah, siapkah untuk langkah selanjutnya? Bukan hanya untuk turun dari Ciremai dan kembali pulang, tapi sebuah langkah lain yang akan merubah seluruh perjalanan hidup bertahun-tahun ke depan.

Who knows? Hanya proses yang bisa menjawab itu selama bulan-bulan ke depan. Hingga masuk ke tahun berikutnya, 2015, sebuah perencanaan matang sudah tertuang, terbicarakan, dan terlaksana tepat pada tgl 9 Mei, sebuah perayaan cinta dan janji yang terucap seumur hidup disaksikan ratusan mata. Kami menikah! Berikutnya sesuai dengan adat istiadat Indonesia yang sangat kental, pertanyaan berikutnya akan selalu muncul mengikuti bahkan mungkin menghantui: ‘Udah ‘isi’? Sampai saya menuliskan yang berikutnya, saya dan dwy memang sudah sepakat sejak awal, untuk menunda paling tidak 1 tahun sampai kami memang benar telah siap. Kami sepakat juga bahwa tidak ada obat2an atau alat apapun yang digunakan untuk menunda tadi. Sistem kalender cukup.

Tahun yang indah bisa dibilang, saya atau mungkin dwy bahkan tidak menyangka perjalanan yang akan kami lalui sepanjang tahun 2015 lalu. Ketika kesempatan datang, kami dengan senang hati mengambil itu dan mulai menjelajah. Jiwa ini tidak bisa hilang :) Untuk saya pribadi, keputusan yang cukup besar mengetahui semua akan benar-benar kami jalani sendiri, memulai kesibukan sendiri, belajar sesuatu yang baru sekaligus menyesuaikan kondisi dan keadaan dengan lingkungan yang asing sama sekali.

Ketika menjejakkan kaki di tanah Papua, semua pandangan mulai berubah. Mungkin karena minim informasi yang bisa saya dapatkan atau mungkin karna saya datang di salah satu kota pelabuhannya, Sorong. Kota ini maju, namun jangan bandingkan dengan Jakarta dan sekitanya yang ada di pulau Jawa. Semua sudah serba ada, cafe, restaurant, toserba, walaupun tidak ada minimarket 24jam seperti di Jawa. Dan tempat wisata alam adalah destinasi berikutnya di otak saya dan dwy. Saya sendiri tidak menyangka, akan menginjakkan kaki dan menjelajah daerah Timur Indonesia yang bahkan banyak orang berpikir 2x karna sarana transportasinya yang cukup mahal. Hampir semua wisata alam yang saya kunjungi di sini beralam pantai.  Saya tidak pandai2 amat berenang sampai menyelam, tapi kekaguman saya dengan pantai-pantai di wilayah Timur Indonesia dan keinginan untuk melihat lebih jauh namun lebih dekat mengalahkan rasa takut terhadap laut.

Kesempatan yang mungkin hanya 1x seumur hidup tidak kami sia2kan. Kami mengunjungi pantai Ora di P. Seram, Maluku saat libur Lebaran. Waktu yang tepat dan teman seperjalanan yang hebat melengkapi semuanya :) Asyik sekali ternyata melakukan perjalanan dengan mobil walau lelah ^^ Kota Ambon yang cantik sangat membekas di hati dan kekaguman saya akan satu sosok pahlawan wanita di sana membuat saya sangat terinspirasi. Kami telah mempersiapkan tinggal cukup lama di Sorong walaupun pada waktunya kami mendapat kabar mengejutkan, terjadi perubahan mendadak, dan sepertinya kami harus pindah tempat lagi, beda pulau. Dengan segera kami memikirkan perpindahan dan mencari waktu ke 1 destinasi yang mungkin tidak akan kami singgahi lagi, Raja Ampat.  Tidak semahal yang kami bayangkan untuk pergi ke sana. Kami juga baru mengetahuinya ketika di sana. Dengan berbekal tekad dan kepercayaan, kami mengikuti open trip yang ada di salah satu situs online yang terkenal dengan sapaan agan. Pada hari yang telah ditentukan, dan kebetulan tepat 5 tahun jika kami masih pacaran, kami bertemu Raja Ampat.

Kejadian mengejutkan sekaligus membuat kami takut terjadi sehari sebelum keberangkatan kami. Gempa 6.8 skala Ritcher mengguncang Sorong. Dan ini benar-benar mengguncang, salah satu gempa terbesar yang pernah dialami Sorong, saya dan dwy. Mungkin karena tempat kami dekat dengan pusat gempa saat itu. Semalaman saya dan dwy tidak bisa tidur nyenyak karena kami dekat dengan Pantai dan setelahnya masih terjadi banyak gempa susulan. Saya baru kali itu merasa benar-benar takut dengan gempa. Kami menerka2 apa yang akan terjadi besok? Apakah batal? Masih dengan tekad dan kepercayaan saya mengatakan untuk tetap berangkat jika tidak ada isu yang membahayakan terutama tsunami. Semalaman saya was2 dan mencari informasi sana-sini melalui internet tentu saja, walaupun sinyal edge yang penting masih bisa jalan. 

Syukurlah semua berjalan baik-baik saja. Saya sungguh bersyukur kosan yang kami tinggali di lantai 2 masih kokoh berdiri dengan guncangan sebesar itu . Kami berangkat dan memulai satu lagi petualangan alam dengan gembira dan penasaran. Tentang Raja Ampat ini akan saya ceritakan terpisah, tapi apa yang kami alami di sana tidak akan pernah kami lupakan. Jatuh cinta dengan kejernihan bawah laut dan kecantikan alami alamnya.

Saya suka dan sangat merencanakan segala sesuatunya sampai detail, walaupun terkadang tidak taktis hehe.. Setelah saya memulai segalanya sendiri bersama dwy, banyak dari rencana itu harus berubah sesuai situasi dan kondisi. Ya, memang tidak mudah berpindah-pindah tempat seperti itu dan beradaptasi lagi. Beberapa kali saya berkesempatan mengunjungi Makassar dan merasakan kota ini sangat mirip dengan Jakarta, serba padat :) Namun yang tidak kalah penting adalah kuliner makanan khas dari tempat yang saya kunjungi. Di kota Makassar ini adalah tempat wisata kuliner saya. Berkeliling mencoba berbagai makanan adalah petualangan lainnya.

Sampai waktunya di penghujung September 2015 kami benar-benar pindah ke satu kota yang menjadi destinasi wisata favorit, Manado. Kuliner dan Bunaken mulai berlari2 dan berenang2 di pikiran saya. Ketika pertama kali menginjakan kaki di sini dan harus ditinggal pergi saat itu juga membuat saya agak was2. Tapi saya bertemu orng2 baik di sini. Mulai dari membantu mencari kosan sampai membelikan makanan :) Manado adalah kota yang padat, seperti Jakarta kecil. Maaf saya selalu membandingan dengan Jakarta karena saya tinggal dan besar di sini :)

Karena sangat dekat dengan pantai, kota ini menjadi sangat cantik karena selalu di hiasi dengan matahari terbenam di laut yang bisa kita lihat dengan tidak bersusah payah mencapainya. Bahkan dari kosan tempat saya tinggal, laut terlihat sangat tenang dan indah. Damai adalah kata yang tepat menggambarkan kota ini. Hampir tidak pernah terdengar tindak kriminal parah terjadi di sini. Budaya juga menjadi salah satu cerita menarik jika berkunjung ke kota ini. Di sini kami berkesempatan juga mengunjungi danau Linow di Tomohon dan singgah di Bitung untuk melihat sisi lain di luar Manado.
Suatu keajaiban lain terjadi di sini, saya dinyatakan positif hamil! Perasaan campur aduk muncul yang kebanyakan adalah terkejut. Saya tidak bisa tidak merasa senang, saya pun mulai mempersiapkan diri dan berdoa semua untuk yang terbaik saja. Baiklah, tepat saat kehamilan dipastikan, kabar mengejutkan lain muncul, dwy akan kembali ke Jakarta. Benar-benar kembali bekerja di Jakarta dan tinggal. Wah, wah, wah..  Walaupun sebenarnya agak berat menerima kabar perpindahan, kehamilan saya meneguhkan dwy untuk kembali ke Jakarta. Tiba-tiba terlintas, Bunaken! Itu bahkan belum sempat kami rencanakan.

Sangat susah ternyata  mencari open trip ke sana, tapi memang segalanya tidak selalu sesuai dengan bayangan. Suatu waktu, melalui satu media sosial saya melihat status salah satu teman SMA berada di Manado. Kami merencakanan bertemu dan berbincang yang pada akhirnya mencapai kesepakatan, kami akan berangkat bersama ke Bunaken! Yeay! Setelah mencari berbagai informasi, kami bertekad membuka open trip dan mencari orang untuk meringankan biaya tapi gagal. Di akhir November kami berangkat ber 3, dan tepat sebelum berangkat menuju Bunaken, anggota kami bertambah 2 orng dan kami pergi ber 5!hehe..Saya menyadari perubahan fisik selama kehamilan, jadi saya sangat menjaga kondisi fisik untuk tetap prima dan tidak kelelahan. Sangat aman berenang selama kehamilan, jadi saya pun berangkat dengan percaya diri.

 Kejutan manis lain diberikan Tuhan di sana. Di tengah perjalanan menuju satu pulau untuk snorkeling, kami di kejutkan dengan kemunculan lumba2 secara tiba2 dari jauh. Dan dengan kebaikan hati nahkoda kapal untuk mengikuti arah perginya, kami dapat melihat dengan lebih dekat. Saya dan yang lain sama girangnya. Ini adalah lumba2 pertama yang saya lihat di alam bebas, di lautan berlompatan dengan bebas. Anggun dan menyejukkan hati :)

 Serasa terbayar lunas, kami pun mempersiapkan kepulangan kami ke Jakarta dengan iklas :D Saya sendiri sudah dipersiapkan untuk tidak kembali lagi ke Manado dan tinggal di rmh depok sampai kelahiran Little J. Saya memanggilnya bergitu karena perkiraan kelahiran akan terjadi pada akhir bulan Juni. Seminggu sebelum pulang saya check up ke dokter dan Little J terlihat sangat sehat, sudah lompat2an pula :D dengan detak jantung yang terdengar sangat jelas melalui alat USG. Saya mulai membayangkan dalam benak saya apa saja yang harus saya lakukan nantinya.

Entah kenapa saya rindu juga dengan Jakarta, mungkin tidak dengan Kota Jakarta tapi dengan kampung halaman dimana saya lama tinggal dan dibesarkan dan tentunya dengan masakan ibunda tercinta. Beberapa hari sebelum Natal kami pulang, merasakan kembali atmosfir kota Jakarta dengan segala kemacetannya ^^. Banyak agenda yang akan dilakukan di sana dan saya merasa senang bisa kembali bersama orang-orang tercinta setelah pergi jauh.

 2015 menjadi sangat berarti dengan banyaknya kisah dan petualangan baru. Keputusan yang tepat, orang2 yang tepat dan selalu dengan waktu yang tepat :)

Entah apa yang menjadi rencanaNya, di awal 2016 ini kami kembali belajar tentang pengharapan dan mencintai. Bahwa sekali lagi apa yang sudah direncanakan tidak selalu sesuai dengan apa yang terjadi. Kami kehilangan Little J. Untuk pertama kali setelah sekian lama kami merasakan kehilangan yang sangat. Didiagnosa Hidrops, jantungnya berhenti berdetak entah kapan dan saya tidak merasakan apa2 sama sekali. Saya tidak bisa tidur berhari-hari dan menangis setiap kali. Tapi kami belajar banyak dari sini. Kami merasakan harapan untuk sesuatu yang lebih baik dan saya bersyukur pernah merasakan keajaiban Tuhan yang hidup dan tinggal walau hanya beberapa bulan. Mencintai sesuatu yang bahkan tidak bisa dilihat dan dirasa setiap harinya. Kami hanya bisa berdoa saat ini bahwa segalanya akan menjadi baik kembali entah kapan waktunya. Kepercayaan yang kuat tidak akan pudar, dan saya tahu Tuhan akan selalu melakukan sisanya :)

Langkah-langkah yang baru akan dimulai dan dicetak. Entah sampai berapa lama kita bisa menikmati hidup, tertawalah dan menangislah. Berjalanlah dengan benar dan lakukanlah semua dengan berusaha yang terbaik. Apapun yang menunggu untuk dilewati, 2016 semoga diberkati :)

22Jan16   




Tuesday, October 27, 2015

Perjalanan Pantai Ora-P. Seram-Ambon, Maluku


Sekedar berbagi cerita dan pengalaman, perjalanan menuju pulau Seram dengan tujuan Pantai Ora. Banyak yang pernah ke sana menyebut ‘Ora adalah Maldives-nya Indonesia’, tapi karena saya belum pernah ke Maldives jadi tidak bisa menyebutkan benar juga hehe.. Tapi Ora memang sangat cantik dengan gunung, bukit dan lautnya.. 

Kami (saya, suami dan 2 teman) memutuskan menempuh perjalanan dengan menggunakan Mobil, tujuannya disamping lebih murah , kami ingin bisa lebih menikmati perjalanan. Kami berempat berangkat dari Sorong, Papua. Kebetulan saat itu kami berdomisili di sana. Dan kebetulan juga, Garuda baru membuka rute penerbangan Sorong – Ambon, dan harganya murah. Waktu saya mendapatkan total 1,2jt PP Sorong-Ambon. Yes! Here we come, Oraaa :D

Kami memilih libur lebaran 17-22 Juli 2015 untuk wisata Pantai Ora. 17 sore saya dan suami berangkat dari Sorong, terpisah dengan 2 teman yang berangkat besoknya. 1 jam berikutnya kami  sudah tiba di Ambon, kami dijemput teman kantor suami saya sekalian meminjam mobil kantor untuk transportasi menuju pantai Ora. Kami menginap dulu di hotel selama 2 malam untuk menikmati kota Ambon. Malam itu karena cukup lelah, kami akhirnya tidak kemana2, hanya menikmati kota Ambon dari jendela hotel. Kota Ambon sangat cantik pada malam hari. Konturnya yang berbukit-bukit semakin terlihat cantik karena lampu yang berasal dari rumah-rumah penduduk.

Esoknya kami mampir melihat Katedral Ambon dengan arsitektur patung ke 12 Rasul yang unik.  Setelah itu kami berniat mampir di Gong Perdamaian, tapi karena pintu masuknya dikunci, kami lalu berjalan-jalan di lapangan dekat kantor Walikota, tentu saja tidak lupa juga untuk berfoto.

Lapangan dekat Kantor Walikota Ambon
Gereja Katedral Ambon
Setelah puas, kami bersiap untuk menjemput 2 teman lagi yang akan tiba di bandara Pattimura. Perjalanan dari Pusat Kota menuju Bandara cukup jauh, karena kita harus memutari teluk. Sebenarnya ada juga feri yang bisa digunakan untuk menyebrang, namun karena harus mengantri, kami memilih untuk menikmati perjalanan saja, kapan lagi ke Ambon ^.^ .. Kurang lebih 1 stngah jam kita sampai di Bandara, tanpa macet dan jalan yang berkelok serta turun naik.

Kami berempat sangat excited sekali dengan perjalanan ini. Rencana yang tadinya hanya berdua antara ragu dan khawatir jadi lebih bersemangat dan mantap dengan berjalan berempat. Kami singgah sebentar di rumah teman lalu mengobrol hangat dan santai dengan ditemani hidangan khas Lebaran: Opor ayam dan semur! Nikmat sekali rasanya! Saya kira, saya tidak bisa menikmati hidangan Lebaran pada tahun ini, namun ternyata masih berjodoh, senangnya! ^^

Setelahnya kami mampir ke pusat perbelanjaan untuk membeli bekal dan kebutuhan selama perjalanan 2 hari ke depan.  Karena besok harus berangkat jam 9 pagi, kami segera kembali ke hotel dan beristirahat.

Kapal dari Ambon menuju P. Seram tersedia setiap hari. Untuk Senin – Sabtu kapal berangkat 2x, jam 9pg dan 4sore. Kami berangkat dengan kapal jam 11 dan hanya 1x keberangkatan karena itu hari Minggu. Dalam perjalanan ke pelabuhan Hunimua, kami membeli nasi padang untuk bisa dinikmati di kapal. Kami sempat melewati tugu Kampung sepak bola desa Tulehu yang terkenal melalui sebuah film, namun kami lewatkan untuk berhenti dan berfoto karena takut tertinggal kapal.

Kapal Penyebrangan

Kami tiba pukul 10 di pelabuhan Hunimua, setelah memarkirkan mobil di dalam kapal, kami keluar dan kemudian berfoto ria sambil menunggu keberangkatan. Kebetulan pemandangan pantai di sekitar pelabuhan lumayan cantik dan sayang untuk dilewatkan.

Pantai di sekitar Pelabuhan


Selama perjalanan 2 teman saya tidur di mobil, saya dan suami memilih duduk di dekat penjual mie instant dan mengobrol dengan salah satu penumpang asal P.Seram. Tak terasa, hanya kurang lebih 1 jam kapal memelankan laju dan mulai merapat di Pelabuhan Waipirit. Wah, akhirnya sampai! Ini adalah pertama kalinya saya berkunjung ke Maluku, benar-benar menyenangkan karena ternyata orang-orangnya ramah. Di antara kami, satu2nya yang sudah pernah melakukan perjalanan dengan mobil ke Pantai Ora hanya suami saya, jadi kami mengandalkan dia menjadi penunjuk jalan hehe.. Mobil kami mengantri untuk keluar dari kapal, banyak juga di antaranya yang ternyata berwisata ke sekitar P. Seram.

Sebelum melanjutkan perjalanan lebih jauh, kami mampir untuk mengisi bensin terlebih dahulu, jangan sampai kehabisan bensin di tengah jalan kan. Tujuan kami berikutnya adalah kota Masohi, rencananya kami akan bermalam dulu di sana menikmati sejenak kota Masohi.

 Kami sangat menikmati kurang lebih 3 setengah jam perjalanan menuju Masohi. Pemandangan laut, hutan, rumah penduduk, jembatan dan sungai membuat sepanjang perjalanan terasa mengasikkan. Sambil ditemani lagu-lagu yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk turut sera menemani :D

Pemandangan sepanjang jalan ke Masohi 



Selamat datang di Kota Masohi! Tugu itu menyapa kami sebelum memasuki kawasan kota. Kami mulai berkeliling sejenak, kota Masohi terlihat lebih seperti perumahan dengan jalan besar. Tidak banyak yang bisa di lihat di dalam kotanya. Kami berhenti di sebuah taman dan berfoto  di batu buatan bertuliskan MASOHI. Setelahnya kami ke hotel Irene untuk bermalam. Karena waktu masih menunjukan pukul stngah 5 sore, kami akhirnya memutuskan berkunjung ke Pantai Tanjung Kuako.

Taman dengan tulisan Masohi
Hotel Irene di Masohi

Plang petunjuk ke Pantai Tanjung Kuako

Di sana ternyata cukup ramai dan ombaknya juga cukup besar, mungkin karena waktu sudah beranjak sore, cuaca pun agak mendung dan tidak lama hujan turun. Saya melihat menjual rujak dan membelinya, ternyata enak! Walaupun belum merasakan rujak natsepa yang terkenal di Ambon, saya rasa ini sudah cukup mewakili hehe.. Setelah selesai makan rujak, hujan pun berhenti. Saya dan yang lain berjalan-jalan disekitar pantai dan ternyata, walaupun berpasir hitam, pantai ini dipenuhi batu2! Batu-batu kecil bertebaran, sehingga kita seperti berjalan di atas batu bukannya pasir. Cantik sekali. Salah satu kegiatan favorit saya di pantai adalah mengumpulkan kerang atau karang mati yang terdampar di pinggir pantai. Karena kali ini hanya ada batu, maka saya pun mengambil beberapa untuk kenang2an ^^. Karena waktu semakin larut, kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel.


Suasana Pantai

Ibu penjual rujak
Beragam batu tersebar di Pantai



Saya dan suami hobby mendaki gunung, jadi salah satu perlengkapan yang wajib di bawa adalah kompor dan nesting. Tentunya bukan kompor gas yang besar, tapi kompor gunung yang kecil. Jadi dalam keadaan darurat pun, tetap bisa masak :D haha.. Anyway, karena sudah ada kompor dan nesting, malamnya di dalam kamar kami memasak spaghetty yang kami beli di supermaket di Ambon. Sssttt.. sebenarnya tidak boleh memasak, tapi karena lapar dan sudah malas keluar yaa jadilah kami masak hehe..

Kegiatan masak :D

Kami berangkat jam 6 pagi menuju Desa Saleman. Tak kalah cantiknya, perjalanan kurang lebih 2 stngah jam kami tempuh dengan mengagumi keindahan alam di samping kiri-kanan kami. Sinar matahari pagi, tebing pepohonan, hijaunya hutan dan jalan yang berkelok ditambah birunya langit sungguh indah dipandang. Benar-benar  bersyukur bisa berada di sini dan menikmatinya. Sesekali kami berhenti untuk berfoto dan menikmati alamNya.



Sesaat sebelum sampai di desa Saleman, dari ketinggian, Pantai Ora sudah terlihat membentang dengan anggun dan cantiknya, wuih, kami memandang dengan takjub!

Pantai Ora ada di balik bukit

Kami sampai di Desa Saleman dan langsung disambut warga sekitar yang meminta kami untuk memarkir mobil karena untuk ke Ora, kita harus menyebrang lagi dengan speed boat kurang lebih 10menit. Setelah mengontak Pak Alvin (pihak Ora Beach Resort) dan mengabarkan kami sudah sampai, tak lama Nyong (sebutan pemuda Ambon) memperkenalkan diri dan siap untuk membawa kami menyebrang ke kawasan Ora Beach Resort di mana kami akan menginap. Karena hanya 1 malam, kami hanya membawa keperluan untuk 1 hari untuk snorkeling dan lain2, sisanya kami tinggal di mobil. Jangan khawatir karena mobil aman dijaga oleh warga setempat, pariwisata ini adalah salah satu sumber mata pencaharian mereka juga.

Dermaga Negeri Saleman

Perahu untuk menyebrang ke Ora

Masih dibuat terkagum-kagum dengan keindahan alamnya, kami memandangi setiap sudut dan mulai memotret, cantiknya! Bangga rasanya Indonesia punya alam seindah dan secantik ini. Rasanya sudah pengen nyemplung saja saat menyentuh air laut.

  
Pemandangan di sekitar Pantai Ora





Perlahan kamar2 penginapan di atas laut tampak semakin jelas, cantik sekali. Pantainya tenang sekali, sehingga air lautnya seperti kaca memantulkan langit. Segarnya menyentuh air laut ditengah panasnya matahari :) . Saking jernihnya, karang pun bisa terlihat jelas dari atas. Karena kami baru bisa check-in jam 13.00, kami mengikuti tur tebing batu dulu dengan menggunakan speed boat. Dengan semangat, kami berganti baju dan membawa alat snorkling. Tak lupa kami memakai sunblock karena matahari sedang terik-teriknya.

Ora Beach Resort (Kamar Laut)

Karang-karang cantik

Goa Tebing Batu
Goa Tebing Batu
Kami kembali menaiki kapal yang sama, dengan lincahnya Nyong yang ramah mulai membawa kami memulai tur hari itu. Tak lama kemudian kami sampai di tempat tujuan setelah melewati tebing-tebing cantik dan gagah yang menjulang tinggi dan hijau. Setelah kapal ditambatkan, kami turun dan berjalan ke tebing batu itu. Tebing batu alami yang terbentuk menjulang tinggi merapat di bagian atas dan membentuk goa, cantik sekali. Air yang  laut sedang surut saat itu memudahkan kami untuk berjalan dan masuk ke dalam tebing batu. Kami bermain dan mengamati sekeliling Goa. Saatnya berfotooo! :D

Karena kami berempat, kami puas bergantian saling memfoto satu sama lain, menyenangkan! Tidak susah mencari spot cantik untuk berfoto, sejauh mata memandang hanya ada alam yang menakjubkan! 


Puas berfoto di sana, kami sudah di panggil untuk kembali ke penginapan untuk makan siang. Sebelum kembali, Nyong mengantar kami ke sebuah celah batu lagi. Namun kali ini kita harus berenang untuk masuk ke dalam celah tersebut. Sepertinya lokasi ini adalah tempat untuk diving karena laut di bawahnya yang cukup dalam.

Celah Goa

Setelah berenang dan berfoto (lagi), kami kembali ke penginapan untuk makan siang. Pemandangan dari tempat kami makan ternyata tak kalah cantikya! Yap, lagi2 yang tidak boleh terlewatkan, fotooo :D

Pemandangan dari Pendopo Makan

Pemandangan Kamar Laut

Dermaga Ora Beach Resort

Pendopo Tempat Makan

Pemandangan dari Pendopo Makan


Perahu Menepi di Pantai Ora

Setelah makan siang, kami melanjutkan tur ke mata air belanda. Hamparan pantai dan pasir putih menyambut kami dengan tenang. Perahu mulai menepi dan kami mulai turun untuk bermain-main lagi dengan air. Kami menyusuri aliran air dingin yang mengalir dari arah dalam pulau tersebut. Sebentar kami berteriak kesakitan, rupanya banyak keong2 yang bersembunyi di bawah pasir dan tidak sengaja, kaki kami menginjak ‘rumah’nya, keras dan tajam. Kami berjalan pelan-pelan. Di sepanjang aliran ini, kanan kirinya hanya terlihat pepohonan, seperti hutan yang tumbuh subur. Di ujung aliran, kami tidak menemukan apa-apa lagi kecuali hutan yang lebat. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan dan berhenti di sana untuk berfoto. 

Mata Air Belanda 
Keong-Keong di sepanjang aliran

Kepiting Kecil

Setelah puas, kami kembali lagi berjalan perlahan ke depan, ke hamparan pasir putih nan luas. Gelombang yang tenang semakin terlihat seperti kolam renang berpasir saja. Sejuk melihat birunya air sekaligus panas karna cahaya matahari yang menyengat. Walau begitu, tetap saja ini tidak menyurutkan kami untuk berfoto dan bersenang-senang di sini.

Pasir Halus di Mata Air Belanda

DOR!!

HYAAAAA!!

Waktu sudah semakin sore dan kami lalu kembali ke penginapan. Kamar laut tempat kami bermalam terlihat sangat cantik di atas laut. Karena air laut yang bening dan dangkal, kami dapat melihat ke dalam laut yang dipenuhi karang-karang cantik dan ikan berwarna-warni. Ini salah satu alasannya juga kenapa kami lebih memilih kamar laut daripada kamar darat. Untuk bisa menginap di kamar-kamar laut ini, kita sudah harus memesan 1 bulan sebelumnya, atau bisa-bisa tidak kebagian. Sambil menunggu mandi bergiliran, iseng saya menabur remah-remah sisa roti, ikan langsung datang mengerubungi remah dan seperti menari-nari dalam air, ke mana remah roti dilempar, ke situlah ikan datang. Ahh! Senangnya dimanjakan dengan pemandangan ini.

Pemandangan dari Kamar Laut


Hampir semua bangunan peninapan, termasuk pendopo tempat makan ini terbuat dari kayu. Pendopo ini terlihat cantik berdiri di atas laut. Banyak dari kami membuang sedikit sisa makanan ke laut, dan dengan segera habis dikerubungi ikan-ikan yang lalu lalang di sekitar pendopo. Ini menjadi kegiatan rutin sehabis makan :D

Kamar Laut (Ora Beach Resort)

Jernihnya air di sekitar Pendopo Makan

Kami berniat melihat matahari terbenam dari pendopo tempat kita makan.  Salah satu kegiatan yang suka saya lakukan dengan suami adalah melihat matahari terbenam dan merekamnya, indah rasanya menyaksikan cahaya yang perlahan meredup dan warna langit yang muncul beraneka rupa. Setelah mengambil spot, kami masing-masing mengeluarkan kamera lalu mulai merekam dan berfoto. Cantik sekali matahari terbenam ditemani laut dan bukit nan megah.

Ada beberapa kelompok selain kami yang saat itu menginap di Ora, warga sekitar juga banyak datang ke Ora sekedar bermain dan berenang. Namun setelah sore, mereka kembali pulang dengan kapal nelayan yang digunakan untuk menyebrang. Kami kemudian memulai obrolan dengan berkenalan satu sama lain. Sebelumnya kami sempat mengobrol dengan salah satu pemandu tur yang bercerita tentang tempat-tempat menarik yang bisa kita datangi di Ora. Ternyata dia adalah instruktur diving juga dan sudah lama tinggal di Ora. Sambil menunjukan foto-foto yang membuat kami berdecak kagum, dia mulai bercerita tentang matahari terbit dari puncak, lokasi gua untuk diving dan ribuan bintang di malam hari. Dia menyarankan kami untuk ikut tur bersama salah satu rombongan untuk melihat matahari terbit di puncak bukit. Well, walaupun ini tidak ada dalam rencana kami, kenapa tidak? Tugas kami sekarang hanya menanyakan ke kelompok tur itu apakah bersedia sharing cost untuk kapalnya, karena harus menyebrang kembali ke Desa Saleman untuk menuju puncak bukit. Dan bukan kebetulan kelompok yang kami ajak berkenalan itu adalah kelompok yang akan pergi tur ke puncak bukit besok.

Jadilah kami ber-8 bersama si pemandu tur berangkat jam 5 pagi dari dermaga Ora. Sebenarnya agak ngeri juga ditengah-tengah laut dalam kondisi gelap gulita, tapi demi sesuatu yang seru, kapan lagi kan :D .. Dan benar saja, kami melihat pemandangan lain di gelap gulitanya langit, cahaya berkelip bermunculan dari bawah laut, woww! Berkelip biru seperti lampu natal di bawah laut, cantiknya! Saya jadi teringat film Life of Pi, yaapp!, cahaya itu berasal dari plankton yang menyala, seperti yang kita lihat di film ini.  Saya mengambil kamera dan mencoba menjepretkannya, tapi sayang, begitu terkena lampu blitz, cahaya tersebut hilang. Saya sampai berdebar-debar menyaksikan kapal kami melaju diiringi cahaya biru kelap kelip itu.

Kami turun dari kapal dan berjalan ke arah mobil kami yang di parkir di bagian depan. Sekitar 5 menit menanjak dengan mobil, kami menepi. Tibalah saatnya untuk mendaki. Kangen juga sudah lama tidak mendaki. Kondisi hutan yang kami daki ini mengingatkan saya akan Pangrango, jalur menuju puncaknya. Kami naik perlahan beriringan menggunakan senter. Kurang lebih setengah jam, puncak bukitnya  sudah terlihat. Wuahh! Kita bisa melihat Desa Saleman dan samudra luas dari ini. Kondisi pagi itu terlihat agak mendung, jadi matahari terbit tidak terlihat jelas. Walaupun begitu, kami semua saling bercanda dan tetap tersenyum sambil jepret sana jepret sini hehe.. Smileee!

Jalur Pendakian

Desa Saleman dari Atas



Kami kemudian turun dan kembali ke penginapan untuk sarapan. Tidak sabar rasanya untuk segera snorkling sebelum kami meninggalkan Ora.

Setelah sarapan, saya bergegas ke kamar untuk mengambil alat snorkling, dan segera turun ke laut, air laut di sekitar kamar saat itu dangkal sedang surut. Seru sekali melihat ikan berwarna-warni lalu lalang seperti mencari kehangatan matahari pagi. Saya pun harus berhati-hati supaya tidak kena karang saat berenang.




Bintang Laut

Setelah puas, kami semua bergantian mandi dan packing. Sebagai kenang-kenangan, saya meminta teman saya untuk mengambil beberapa foto di dalam kamar laut, let’s pose!




Sambil menunggu suami saya membereskan semua administrasi, saya dan 2 teman lain berfoto-foto di pinggir pantai. Di sana ada ayunan kayu yang menggantung dan sayang rasanya kalau tidak berfoto juga di sana. Serunya bermain ayunan. Tak lama, setelah semua siap, kami berjalan ke arah dermaga dan lagi, kami mulai mengeluarkan kamera dan berfoto dengan latar belakang kamar laut dan bukit di pantai Ora yang cantik.



Kami semua mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan kepada teman-teman yang kami temui di sana. Kami kemudian masuk ke kapal bersama  barang-barang yang sebelumnya sudah diangkut terlebih dahulu oleh Nyong. Nyong perlahan mulai mendayung, mesin menyala, dan perahu mulai melaju. Di moment perpisahan dengan suatu tempat, saya biasanya terdiam sambil meresapi apa yang baru saja saya alami sambil tersenyum memandang sekeliling. Saya lakukan juga itu di sini. Di dalam hati saya bersyukur sampai detik ini saya bisa merasakan ini semua. Sebagai tanda  perpisahan, saya mencelupkan tangan saya ke dalam air laut di samping perahu yang melaju sambil berdoa dalam hati: ‘Sampai jumpa! Terima kasih dan semoga bisa bertemu lagii :) '



Setelah sampai ke seberang dan mengucapkan terima kasih sama Nyong dan penduduk setempat, mobil kami mulai melaju kembali ke pelabuhan Waipirit. Kali ini kami hanya berhenti untuk makan siang sekitar jam stngah 3 sore karna kami harus mengejar kapal supaya tidak mengantri saat masuk. Kurang lebih jam 6 sore, kami tiba di pelabuhan, agak ngaret memang dari jadwal yang sudah kami tentukan, dan benar saja, antrian sudah sangat panjang dan kami baru bisa masuk ke kapal pada pukul  7 malam. Kami semua tertidur kecuali saya yang asik mendengarkan lagu dan bernyanyi kecil karena tidak mengantuk.

Nasi Kuning Ambon
Kurang lebih jam setengah 9 kami sudah melanjutkan perjalanan dengan mobil kembali ke Pusat Kota Ambon. Cukup lelah dan lapar, kami mampir di pinggir jalan  mencicipi nasi kuning Ambon yang terkenal. Rasanya enak dan porsi nasinya lumayan besar ternyata. Kami kemudian mencari tempat penginapan dan kemudian berbenah lagi untuk esok kembali pulang. Sambil packing, kami bergurau: ‘Sepertinya memang harus kembali lagi ke Ambon nih, banyak yang belum kita lakuin.’ Saya berpikir, benar juga, kami belum melihat kota Ambon yang cantik dari ketinggian, makan ikan asap, mengunjungi gong perdamaian, berfoto dengan patung Christina Martha Tiahahu, wuaaahhh, rasanya kurang jalan-jalan di Kota Ambon Manise ini.

Esoknya sebelum di antar ke Bandara, kami mampir di toko oleh-oleh dan membeli beberapa titipan. Kue Kenari dan kayu manis bisa jadi salah satu oleh-oleh yang populer dari Ambon. Sudah tercium wanginya kue kenari begitu kami memasuki toko, yummy! Kami di antar teman kantor suami saya sekalian mengambil mobil kembali ke kantor. Kami mulai check-in dan menunggu kedatangan pesawat Garuda untuk membawa kami kembali ke Sorong. Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba setelah 1 jam delay. Kami sempat berkenalan dengan salah satu petugas bandara, Marsel dan mulai mengobrol sambil menunggu. Pukul stngah 2 siang, kami memasuki pesawat dan terbang.

Setelah 40 menit mengudara, kami mendengar pengumuman dari awak kabin bahwa kondisi cuaca di Sorong sedang buruk dan kami semua harus kembali ke kursi dan mengenakan sabuk pengaman. Hanya 1 jam perjalanan dari Ambon ke Sorong, namun pesawat sepertinya berputar-putar sampai 30 menit sebelum akhirnya mencoba mendarat dan gagal. Pesawat mulai naik lagi berputar. OK! Ini bikin saya deg-degan karna guncangan yang terjadi juga sangat terasa. Percobaan pertama. Percobaan kedua, saya merasa roda pesawat sudah keluar dan siap mendarat, tapi lagi-lagi pesawat kembali naik dan memutar. Setelah 45 menit menegangkan itu, kami mendengar pengumuman bahwa pesawat akan kembali ke Bandara Pattimura, Ambon dikarenakan cuaca buruk di Sorong dan pesawat tidak mau mengambil resiko untuk mendarat. Alamakk! Saya tengok-tengokan dengan suami saya dan mulai tertawa. Entah tertawa karna shock atau lega karena tidak memaksakan mendarat. Perlahan saya teringat dan terngiang percakapan kami terakhir di hostel: ‘ ...sepertinya memang harus kembali lagi ke Ambon....’ Saya cuma bisa berkata pada suami saya: ‘Ternyata pemintaan kita dikabulkan lebih cepat oleh Tuhan :D hahaha..’

Setelah mendarat kembali dan turun, kami berjalan kembali masuk ke arah bandara, dan dari kejauhan, Marsel sudah menunggu kami. Setelah menunggu dan mencari informasi, pesawat akan kembali diberangkatkan esok di jam yang sama. Wah! Benar-benar diberi waktu sehari lagi untuk berkeliling kota Ambon :D. Karena akibat cuaca dan bukan kesalahan maskapai, kami hanya diberi ganti transportasi untuk mengantar dan menjemput kami kembali besoknya ke bandara. Akhirnya suami saya kembali menelpon kantor untuk meminjam mobil dan untungnya ada yang bersedia mengantarkan. Kami janjian bertemu di  pusat kota. Taksi kompensasi kami mulai mengantar kami kembali ke pusat kota Ambon. Langsung saja di tengah jalan, kami membeli ikan asap untuk disantap bersama malam nanti. Kami berencana akan menginap di rumah Irfan, teman yang kami temui di hari kedua kami di Ambon. Marsel juga berjanji akan makan bersama kami dan membuatkan kami sambal khas Ambon, colo-colo.

Penjual Ikan Asap
Patung Christina Martha Tiahahu
Setelah mendapatkan mobil, kami langsung saja menuju patung Christina Martha Tiahahu, dari sana bisa terlihat juga kota Ambon yang cantik pada malam hari. Tidak ada ruginya sekali lagi bertualang di kota cantik ini hehe.. Sampai di sana, saya memandang patung yang tinggi menjulang ini. Cantik dan perkasa, itulah kesan pertama saya memandang patung ini. Dalam hati saya terkagum-kagum dengan sosok pahlawan satu ini. Di usianya yang belia, dia berjuang bersama ayahnya demi melawan penjajah dan merebut kembali kemerdekaan. Christina meninggal di usia 18 tahun. Di balik kesederhanaannya, terpancar tekad yang kuat dan gagah berani. Tak henti-hentinya saya memandang patung yang berdiri dengan megah. Kawasan patung ini terletak di dataran yang tinggi. Kami dapat melihat kota Ambon dari atas sini dihias dengan awan yang perlahan berubah warna, sungguh cantik. Perlahan lampu berkelip mulai menghiasi kota dan sekali lagi, kami mencoba berfoto ria untuk kenang-kenangan.



Kota Ambon dari Ketinggian 

 Tujuan kami terakhir adalah gong perdamaian. Di sini pula kami janji bertemu dengan Marsel dan Irfan. Rupanya gong ini ramai pada malam hari dan saya langsung tau sebabnya. Lampu menyala menerangi gong ini dan berubah warna, sehingga cantik saat di foto. Kami pun bergantian foto dengan gong ini. Ketika melihat dari dekat, saya baru tahu bahwa di permukaan gong ini tergambar bendera-bendara dari seluruh negara di dunia. Kami iseng bermain tebak bendera negara mana di sana haha..

Gong Perdamaian



Tak lama Irfan muncul di susul Marsel. Setelah saling mengenalkan, kami berencana kembali ke rumah Irfan dan makan malam bersama di sana. Kami membeli tambahan nasi kuning dan lauknya untuk dimakan bersama ikan asap. Yumm, sudah terbayang lezatnyaa. Porsi nasi kuning yang banyak kami makan dengan lahapnya, ditemani ikan asap dan sambal colo-colo yang nikmat buatan Marsel rasanya tak terbandingkan! Wuahhh, sungguh beruntung rasanya memiliki orang-orang baik di kota ini. Kami mengobrol sambil makan dan kekenyangan hahaha.. Mantaappp!! Malam itu kami tertidur lelap karena kelelahan.

Sambal Colo-Colo

Ikan Asap, yummmyy!!
Esok hari kami pamit dan mengucapkan terima kasih pada keluarga Irfan karena kebaikan hati mereka membiarkan kami menginap di sana. Suami saya janjian dengan teman kantornya dan kemudian mengantar kami ke tempat kami akan dijemput oleh taksi ke bandara. Kami bertemu dengan Marsel lagi dan sama-sama berharap kami akan tiba di kembali di Sorong hari ini. Setelah check-in, tak lama kami mendengar pengumuman boarding dan kami segera naik ke pesawat. Sore itu kami akhirnya tiba kembali di Sorong dengan selamat.

Benar-benar perjalanan yang tak terduga, banyak hal sudah direncanakan namun berjalan justru akhirnya dengan caranya sendiri. Seru, menegangkan dan mengharukan. Banyak hal yang kami dapat dan akan kami ingat sepanjang usia kami. Dan tentu saja, hati-hati terhadap apa yang kamu ucapkan, karena kamu tidak tau secepat apa itu akan menjadi kenyataan hehe.. Terima kasih Tuhan untuk perjalanan ini :)